Keputusan Presiden Prabowo Subianto memilih Maung Garuda Limusin sebagai mobil dinas resmi benar-benar mengejutkan sekaligus membanggakan. Bukan sedan Eropa atau SUV mewah, melainkan mobil taktis berkelir putih buatan PT Pindad (Persero)—perusahaan BUMN kebanggaan Indonesia.
Maung bukan kendaraan sembarangan. Versi terbarunya, M-Fitri Garuda Limusin, merupakan pengembangan dari model taktis MV1 dan MV2 yang awalnya diperuntukkan militer. Kini, Maung telah berevolusi jadi kendaraan dinas nomor satu di negeri ini—gagah, kuat, dan penuh simbolisme nasional.
Spesifikasi Maung: Gahar dan Aman
Maung Garuda tak hanya tampil sangar, tapi juga dilengkapi fitur kelas atas:
-
Mesin 202 PS (199 HP)
-
Transmisi otomatis 8 percepatan
-
Kaca anti peluru dan body tahan amunisi
-
Ban run-flat (tetap bisa berjalan meski bocor)
Tak ayal, mobil ini layaknya kendaraan tempur berwujud limusin. Cocok untuk kepala negara, bukan?
Komitmen Serius dari Sang Presiden
Lebih dari sekadar gaya, langkah Prabowo ini adalah pernyataan politik: komitmen terhadap produk dalam negeri. Ia bahkan mengimbau para menteri dan pejabat negara lain untuk ikut menggunakan Maung sebagai mobil dinas.
Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, ini bukan gimmick. “Saya melihatnya sebagai komitmen serius yang dimulai dari atas, dari Presiden sendiri,” ujarnya dalam wawancara bersama Bisnis Indonesia.
Awal Kebangkitan Mobil Nasional?
Langkah Prabowo ini bisa jadi angin segar bagi industri otomotif Indonesia. Ujang menilai, jika penggunaan Maung terus meluas di pemerintahan, bukan mustahil ini menjadi fondasi kebangkitan mobil nasional.
“Kalau ini terus berjalan, saya melihatnya sebagai langkah awal yang positif. Harus dimulai dari presiden dan kabinetnya,” tambah Ujang.
Tak hanya soal kebijakan, Maung juga bisa jadi legacy penting Prabowo—mewariskan kendaraan nasional yang membanggakan dan digunakan luas di pemerintahan.
Di Mana SMK? Mobil Nasional yang Terlupakan
Sementara Maung mencuri perhatian, nasib berbeda justru dialami SMK (Solo Manufaktur Kreasi). Mobil yang sempat dielu-elukan di era Presiden Jokowi kini nyaris tak terdengar kabarnya.
Dulu, Jokowi bahkan sempat menggunakan SMK saat menjadi Walikota Solo. Mobil ini juga digadang-gadang sebagai proyek mobil nasional. Namun, selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi, SMK dinilai belum mampu berkembang signifikan.
“SMK ini eranya Jokowi, tapi selama 10 tahun belum juga menjadi mobil nasional. Apalagi sekarang Jokowi sudah lengser,” ujar Ujang.
Potensi SMK yang Belum Terealisasi
Padahal, menurut Ujang, SMK punya potensi besar. Sayangnya, dukungan politik dan investasi selama ini belum maksimal. “Banyak pengusaha besar di Indonesia. Asal ada kemauan politik, mestinya bukan hal sulit untuk menghidupkan SMK,” tegasnya.
Untuk diketahui, SMK pertama kali muncul ke publik pada 2011, berawal dari proyek pendidikan oleh Sukiat dan para siswa SMK otomotif di Solo. Prototipe awalnya bernama Rajawali, yang kemudian dikembangkan jadi SMK untuk kendaraan penumpang dan komersial.
Muncul Lagi di IIMS 2023, Tapi…
SMK sempat membuat kejutan saat muncul di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2023. Sayangnya, kemunculan ini masih bersifat simbolik. Untuk bisa bersaing di industri otomotif nasional, SMK butuh lebih dari sekadar nostalgia.
Diperlukan:
-
Strategi bisnis yang jelas
-
Inovasi teknologi
-
Dukungan konkret dari pemerintah
Maung di Puncak, SMK Butuh “Sopir Baru”
Jika Maung kini jadi kendaraan dinas Presiden dan simbol kebangkitan mobil nasional, SMK butuh mesin pendorong baru untuk kembali bersinar.
Pertanyaannya:
👉 Siapa yang akan menjadi “sopir baru” untuk menghidupkan kembali mimpi besar SMK?
🔚 Penutup
Kisah Maung dan SMK bagaikan dua sisi mata uang mobil nasional Indonesia. Satu melesat jadi simbol kekuatan, satunya lagi berjuang keluar dari bayang-bayang masa lalu. Tapi harapan tetap ada. Selama ada kemauan politik, dukungan publik, dan keberanian untuk berubah—mobil nasional Indonesia bukan sekadar mimpi.